
nilai rupiah
Cinta Rupiah – Bagi Anda yg lahir tahun 80-90an pasti sempat merasakan nilai rupiah yang jauh sekali perbedaannya dengan sekarang. Dulu waktu masih duduk di bangku Sekolah Dasar, diberi uang jajan Rp100,00 itu sudah besar sekali. Dengan uang tersebut, Anda sudah dapat membeli makanan atau snack-snack beberapa jenis.
Uang Rp100,00 tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu uang kertas dan uang logam. Untuk uang kertas, warnanya merah, bergambar perahu pinisi, dan di cetak pada tahun 1991. Sedangkan uang logam, bergambar latar depan rumah panggung, dan latar belakangnya bertuliskan BANK INDONESIA dengan nominalnya, serta ada tulisan tahun 1973.
Seiring berjalannya waktu, saat ini uang dengan nominal Rp100,00 sudah tidak digunakan lagi. Terutama untuk uang kertas. Bagi masyarakat yang tinggal di kepuluan Riau, nominal paling kecil yang digunakan untuk bertransaksi yaitu Rp1.000,00. Jika tidak ada uang Rp1.000,00 untuk kembalian, terkadang hanya diganti dengan permen empat buah. Kalau Anda bandingkan nilai rupiah di tahun 90-an dengan sekarang, pasti terasa sekali perbedaannya. Nilai rupiah yang sering berubah-ubah tentunya dipengaruhi oleh kondisi politik dalam negeri dan kepercayaan investor asing terhadap prospek bisnis di Indonesia.
Mungkin bagi masyarakat yang tidak mengetahui masalah pasar dan ekonomi sulit untuk memahaminya. Yang masyarakat ketahui hanyalah : Enak atau tidaknya suatu zaman berdasarkan siapa pemimpinnya (Presidennya), makanya ada jargon “PENAK ZAMANKU THO?” (SUHARTO).
Masyarakat hanya berharap, siapapun presidennya nilai rupiah tetap perkasa dan tidak terpengaruh oleh sentimen–sentimen negatif maupun kondisi politik, sehingga anak cucu generasi mendatang dapat lebih menikmati nilai rupiah yang lebih baik dan generasi sekarang.
Karena sesungguhnya masyarakat Indonesia sangat mencintai rupiah walaupun hidup di daerah kepulauan yang jauh dari Ibu kota dan mempunyai banyak keterbatasan dalam menikmati fasilitas yang ada, padahal Pulau Riau berbatasan langsung dengan negara tetangga yang jauh lebih gemilang kehidupan masyarakatnya.
foto hbr.org